Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menemukan keanehan dalam komposisi argumentasi lima hakim yang merumuskan norma baru dalam putusan yang mengabulkan sebagian gugatan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
Putusan ini membukakan pintu untuk putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, maju pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Sebab MK memutuskan, siapa pun orang pernah atau sedang menduduki jabatan publik hasil pemilu, baik pemilihan legislatif (pileg) atau pemilihan kepala daerah (pilkada), dapat maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
Dalam dissenting opinion atau pendapat berbedanya, Saldi mengatakan, lima hakim yang mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu pun sebetulnya tidak kompak.
Ketua MK Anwar Usman, Guntur Hamzah, Manahan Sitompul, berbeda alasan dengan Daniel Foekh dalam menyepakati putusan yang sama.
Anwar, Guntur, dan Manahan Sitompul tak memberi batasan sejauh mana kepala daerah bisa menjadi capres-cawapres. Sementara Daniel menilai bahwa hanya gubernur yang memenuhi syarat konstitusional untuk maju capres-cawapres.
Keempatnya juga beda alasan dengan hakim Enny Nurbaningsih dalam menyepakati putusan yang sama.
Senada dengan Daniel, Enny menilai bahwa hanya gubernur yang memenuhi syarat konstitusional untuk maju capres-cawapres. Namun, tak semua gubernur memenuhinya. DPR dan pemerintah perlu mengatur lebih jauh kriteria gubernur tertentu yang layak maju sebagai capres-cawapres.
"Merujuk penjelasan di atas, pilihan jabatan publik berupa elected official termasuk pemilihan kepala daerah, kelimanya berada pada titik singgung atau titik arsir jabatan gubernur. Oleh karena itu, seharusnya amar putusan lima hakim konstitusi yang berada dalam gerbong 'mengabulkan sebagian' adalah jabatan gubernur," kata Saldi saat membacakan pendapat berbedanya (dissenting opinion) terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 ini, Senin (16/10/2023).
Saldi menyoroti, amar putusan yang disepakati MK menjadi bunyi Pasal 169 huruf q UU Pemilu justru sebetulnya hanya merepresentasi pendapat hukum tiga hakim konstitusi saja, yakni Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul.
"Oleh karenanya, amar putusan a quo seharusnya hanya menjangkau jabatan gubernur saja sebagaimana menjadi titik temu di antara kelima hakim konstitusi tersebut," ujar Saldi Isra.
Sebelumnya diberitakan, Gibran Rakabuming Raka kini dapat mendaftarkan diri sebagai capres atau cawapres pada Pilpres 2024, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menambahkan syarat alternatif usia minimum capres-cawapres dalam sidang pembacaan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai 'berusia 40 tahun, atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusannya.
Dengan ini, maka syarat usia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai capres-cawapres, yang selama ini menjadi kendala untuk mencalonkan Gibran, bukan syarat mutlak.
Kini, siapa pun orang yang belum 40 tahun, selama pernah atau sedang menjadi kepala daerah atau anggota legislatif, bisa maju sebagai capres-cawapres.
Di sisi lain, MK juga menegaskan bahwa aturan baru yang mereka bikin ini dapat berlaku untuk Pilpres 2024, ketika Gibran masih berusia 36 tahun.
Total, empat hakim konstitusi tidak sejalan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menambahkan syarat capres-cawapres ini. Mereka adalah Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Arief Hidayat.
Dua hakim konstitusi lainnya menyampaikan concurring opinion (alasan berbeda) tetapi pada putusan yang tetap sama, yakni Daniel Foekh dan Enny Nurbaningsih.
Selama sidang pembacaan putusan, pertimbangan MK hanya dibacakan oleh dua hakim konstitusi, yaitu Manahan Sitompul dan Guntur Hamzah. Ketua MK Anwar Usman hanya mengetuk palu, menyatakan bahwa gugatan pemohon dikabulkan sebagian.
Gugatan
Sebagai informasi, perkara ini diajukan oleh Almas Tsaqibbirru, seorang pelajar/mahasiswa kelahiran tahun 2000.
Dalam permohonannya, Almas mengakui dirinya adalah pengagum Wali Kota Solo yang juga anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming.
Ia menyinggung sejumlah capaian di Pemkot Solo yang ditorehkan kepemimpinan Gibran, seperti pertumbuhan ekonomi yang melebihi dua kota besar yaitu Yogyakarta dan Semarang serta .peningkatan sektor industri pariwisata.
"Gibran Rakabuming yang masih berusia 35 tahun sudah bisa membangun dan memajukan Kota Surakarta dengan kejujuran, integritas moral dan taat serta patuh mengabdi kepada kepentingan rakyat dan negara," kata Almas dalam permohonannya.
Almas menganggap bahwa ketentuan syarat usia minimum capres-cawapres saat ini diskriminatif. Ia juga menilai MK tidak bisa berlindung di balik prinsip bahwa ketentuan ini merupakan ranah open legal policy pembentuk undang-undang.
Ia lantas mengutip Putusan MK Nomor 7/PUU-XI/2013, ketika MK memberi tambahan pandangan bahwa isu ini bisa menjadi perkara konstitusionalitas jika menimbulkan problematika kelembagaan, tidak dapat dilaksanakan dan menyebabkan kebuntuan hukum (dead lock), menghambat pelaksanaan kinerja lembaga negara tersebut, dan/atau menimbulkan kerugian konstitusionalitas warga negara.
"Pemohon tidak bisa membayangkan terjadinya jika sosok yang dikagumi para generasi muda tersebut tidak bisa mendaftarkan pencalonan presiden sedari awal, hal tersebut sangat inkonstitusional karena sosok Wali Kota Surakarta tersebut mempunyai potensi yang besar dan bisa dengan pesat memajukan Kota Solo secara pertumbuhan ekonomi," ujar Almas. viva,co,id